Beranda | Artikel
Hukum Pindah Posisi Ketika Shalat Sunnah Setelah Shalat Wajib
Selasa, 9 Februari 2021

Pindah Tempat Ketika Shalat Sunnah Setelah Shalat Fardhu

Pertanyaan: Haruskah berpindah posisi atau bergeser jika ingin shalat sunnah setelah shalat fardu?

Jawaban:

Disunnahkan bagi orang yang selesai melaksanakan shalat fardhu dan ingin melaksanakan shalat sunnah untuk memberi jeda atau pemisah antara shalat fardhunya dengan shalat sunnahnya. Dan pemisah itu bisa dengan  du acara :

Pertama : Dengan pembicaraan, (diantaranya seperti berdzikir dengan dzikir setelah shalat fardu) atau

Kedua : Berpindah tempat (seperti ke posisi yang lain di masjid, atau yang terbaik adalah shalat sunnah di rumahnya) ([1])

Hal ini berdasarkan hadits :

Sebagiamana yang diriwayatkan oleh As-Saaib bin Yaziid beliau berkata :

صَلَّيْتُ مَعَهُ الْجُمُعَةَ فِي الْمَقْصُورَةِ، فَلَمَّا سَلَّمَ الْإِمَامُ قُمْتُ فِي مَقَامِي، فَصَلَّيْتُ، فَلَمَّا دَخَلَ أَرْسَلَ إِلَيَّ، فَقَالَ: «لَا تَعُدْ لِمَا فَعَلْتَ، إِذَا صَلَّيْتَ الْجُمُعَةَ، فَلَا تَصِلْهَا بِصَلَاةٍ حَتَّى تَكَلَّمَ أَوْ تَخْرُجَ، فَإِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَنَا بِذَلِكَ، أَنْ لَا تُوصَلَ صَلَاةٌ بِصَلَاةٍ حَتَّى نَتَكَلَّمَ أَوْ نَخْرُجَ»

“Aku pernah shalat Jum’at bersama Mu’awiyah di dalam Maqshurah (suatu ruangan yang dibangun di dalam masjid). Setelah imam salam aku berdiri di tempatku kemudian aku menunaikan shalat sunnah. Ketika Mu’awiyah masuk, ia mengutus seseorang kepadaku dan utusan itu mengatakan, ‘Jangan kamu ulangi perbuatanmu tadi. Jika kamu telah selesai mengerjakan shalat Jum’at, janganlah kamu sambung dengan shalat sunnah sebelum kamu berbincang-bincang atau sebelum kamu keluar dari masjid. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan hal itu kepada kita yaitu ‘Janganlah suatu shalat disambung dengan shalat lain, kecuali setelah kita berbicara atau keluar dari Masjid”. ([2])

Berkata syaikhul islam Ibnu Taimiyyah:

وَالسُّنَّةُ أَنْ يُفْصَلَ بَيْنَ الْفَرْضِ وَالنَّفْلِ فِي الْجُمُعَةِ وَغَيْرِهَا. كَمَا ثَبَتَ عَنْهُ فِي الصَّحِيحِ {أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ تُوصَلَ صَلَاةٌ بِصَلَاةِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَهُمَا بِقِيَامٍ أَوْ كَلَامٍ} فَلَا يَفْعَلُ مَا يَفْعَلُهُ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ. يَصِلُ السَّلَامَ بِرَكْعَتَيْ السُّنَّةِ فَإِنَّ هَذَا رُكُوبٌ لِنَهْيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

“Dan disunnahkan untuk memisah/membedakan antara shalat fardhu dengan shalat sunnah setelah shalat jum’at maupun selainnya, sebagaimana yang terdapat pada riwayat yang shohih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (sesungguhnya beliau melarang untuk menyambung shalat dengan shalat yang lain sampai ia memisahkannya dengan berpindah atau berbicara. Maka hendaklah seseorang tidak melakukan apa yang dilakukan oleh banyak orang, mereka setelah salamnya imam langsung menyambungnya dengan dua rakaat sunnah. Karena yang demikian termasuk menerjang larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. ([3])

Berkata Badruddin Al ‘Aini:

فيه دليل على استحباب التحول من موضع الفريضة لأجل النافلة، والأفضل أن يتحول إلى بيته، وإلا فموضع آخر من المسجد أو غيره.

“Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa dinjurkan untuk berpindah dari tempat ia melakukan shalat fardhu untuk melaksanakan shalat sunnah, dan lebih afdhol baginya untuk melaksanakannya di rumahnya, dan kalaupun tidak maka di tempat lain dari bagian masjid (dari yang ia pakai shalat fardhu”. ([4])

Catatan :

Pertama : Adapun hadits Hadits Abu Huroiroh, bahwasanya Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda :

أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَتَقَدَّمَ أَوْ يَتَأَخَّرَ عَنْ يَمِينِهِ أَوْ عَنْ شِمَالِهِ فِي الصَّلَاةِ يَعْنِي النَّافِلَةَ “

“Apakah kalian tidak mampu untuk maju sedikit atau mundur sedikit atau ke kanan atau ke kiri ketika melaksanakan shalat sunnah (setelah farhdu)” (HR. Ahmad no 9496 dan Abu Dawud No.1006)

Maka hadits ini dinilai lemah oleh Al-Bukhari, setelah beliau menyebutkan jalan-jalan periwayatan hadits diatas, beliau berkata وَلَمْ يَثْبُتْ هَذَا الْحَدِيْثُ “Hadits ini tidak valid” (At-Taariikh al-Kabiir 1/340). Imam al-Bukhari juga berkata di Shahih nya:

كَانَ ابْنُ عُمَرَ: «يُصَلِّي فِي مَكَانِهِ الَّذِي صَلَّى فِيهِ الفَرِيضَةَ وَفَعَلَهُ القَاسِمُ» وَيُذْكَرُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَفَعَهُ «لاَ يَتَطَوَّعُ الإِمَامُ فِي مَكَانِهِ وَلَمْ يَصِحَّ»

“Adalah Ibnu Umar shalat (sunnah) di tempat yang ia gunakan untuk shalat fardu. Dan hal itu juga dilakukan oleh Al-Qoshim. Dan disebutkan dari Abu Hurairah -dan beliau memarfu’kannya kepada Nabi (yaitu Nabi bersabda), “Tidaklah imam shlalat sunnah di tempat (shalat fardunya)”. Dan riwayat ini tidak shahih” (Shahih al-Bukhari no 848)

Karenanya hadits ini juga didhoífkan oleh Ibnu Hajar (lihat Fathul Baari 2/335). Bahkan An-Nawawi berkata tentang hadits ini :

وَاتَّفَقُوا عَلَى ضعفه، وَمِمَّنْ ضعفه البُخَارِيّ فِي ” صَحِيحه “.

“Dan mereka bersepakat atas dho’ifnya hadits ini, dan termasuk yang mednhoifkannya adalah Al Bukhori di dalam shohihnya” (Khulashoh Al Ahkam, An-Nawawi, 1/474)

Hadits ini lemah karena sanadnya berporos kepada Al-Laits bin Abi Sulaim, ia telah bersendirian dalam periwayatan hadits ini, dan ia adalah perawi yang dhaíf (Lihat penjelasan Ibnu Hajar di Fathul Baari 2/335 dan Ibnu al-Qotthoon di  Bayan Al Wahm Wa Al Iham, ibnu Al Qotthon, 3/156). Hadits ini juga didhoífkan oleh para pentahqiq Musnad al-Imam Ahmad.

Kedua : Jika seseorang setelah shalat fardu berdzikir dengan dzikir setelah shalat maka tidak mengapa ia langsung shalat sunnah ditempatnya tanpa harus berpindah tempat. Karena salah satu pemisah antara shalat fardu dan shalat sunnah adalah berbicara. (Meskipun dengan berpindah posisi lebih baik, apalagi mengerjakannya di rumah, yaitu berpindah posisi dari masjid ke rumah).

Ketiga : Jika seseorang hendak berpindah tempat dengan bertukar tempat dengan kawan di sebelahnya, maka hendaknya dengan keridoan kawannya tersebut, jika ternyata kawannya terlihat terganggu untuk berpindah tempat maka hendaknya ia tidak usah berpindah tempat karena dengan berdzikir setelah shalat sudah cukup sebagai pemisah.

Kalaupun ia hendak berpindah tempat maka bisa maju sedikit atau mundur sedikit juga bisa sehingga tidak mengganggu kawan sebelahnya.

Oleh Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

Anda bisa dapatkan artikel seputar bekal shalat di app store bekalislam atau direktori bekalislam.firanda.com 

____________

Footnote:

([1]) Ulama syafiíyah berpendapat bahwa disunnahkan bagi makmum maupun imam untuk berpindah tempat dari tempat ia melaksanakan shalat fardhu ketika hendak melaksanakan shalat sunnah, dan lebih utama lagi jika ia melaskanakannya di rumahnya. (Lihat Tuhafah Al Muhtaj, Ibnu Hajar Al-Haitami, 2/106 dan Mughni Al Muhtaj, Assyarbini, 1/394)

Mereka (Ulama Syafiíyah) menyatakan bahwa hal ini agar banyak tempat yang akan menjadi saksi baginya kelak di hari kiamat. Akan tetapi tidak ada dalil khusus yang shahih yang menunjukan akan hal ini.

([2]) H.R. Muslim, No.883, Abu Dawud No.1129, Ahmad No.16866

([3]) Mjmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyyah, 24/202

Ibnu Rojab Al-Hanbali berkata, “Dan mayoritas ‘Ulama tidak melarang bagi makmum untuk shalat di tempat yang tadinay ia shalat fardhu di sana, dan itu adalah pendapat imam Ahmad dan Malik” (Fath Al Abari, Ibnu Rojab, 7/431)

([4]) Syarh sunan Abu Dawud, Al ‘Aini, 4/473


Artikel asli: https://firanda.com/4617-hukum-pindah-posisi-ketika-shalat-sunnah-setelah-shalat-wajib.html